Contoh Resensi Novel

Judul Buku : Orang-Orang Biasa

Penulis : Andrea Hirata

Penerbit : PT Bentang Pustaka

Kota Penerbit : Yogyakarta

Tahun Terbit : 2019

Jumlah Halaman : xii +300 halaman

Ukuran Buku : 20cm x 13cm

ISBN : 978-602-291-524-9

Harga : Rp89.000 (Pulau Jawa)

Genre : Fiksi



            Orang-Orang Biasa atau Ordinary People merupakan novel ke-11 karya Andrea Hirata yang terbit baru-baru ini, bulan Februari tahun 2019. Berbeda dengan novel-novel sebelumnya yang isinya cenderung motivasi tentang kehidupan, di novel kali ini Andrea Hirata menyajikan sebuah cerita yang terkesan lebih heroik karena isinya mengenai suatu kriminalitas.

Cerita bermulai tatkala kota Belantik yang penuh kenaifan karena orang-orangnya telah lupa bagaimana berbuat jahat. Hal ini megakibatkan Inspektur Abdul Rojali dan Sersan P. Arbi rindu akan tugasnya sebagai aparat negara untuk beraksi menangkap pelaku kriminalitas.

Di sisi lain, sepuluh sekawan bernama Salud, Honorun, Debut Awaluddin,Tohirin, Junilah, Dinah, Rusip, Nihe, Sobri, serta Handai dipertemukan karena kebodohan dan kemiskinan mereka. Dikelas, mereka selalu di bully oleh Trio Bastardin yang beranggotakan Jamin dan Tarib serta Duo Boron yang anggotanya Boron dan Bandar. Seiring berjalannya waktu, nasib sepuluh sekawan itu semakin tidak jelas tatkala tak satupun dari mereka tercapai cita-citanya.

Hingga akhirnya, timbul sebuah permasalahan yang menjadi sorotan utama dalam buku ini. Hal ini diawali ketika Aini, putri sulung Dinah dinyatakan lulus setelah mengikuti seleksi masuk perguruan tinggi negeri fakultas kedokteran meskipun dulu ibunya adalah orang yang sangat lemah dalam ilmu matematika. Apalah daya Dinah yang hanya seorang penjual mainan anak-anak dapat membiayai Aini untuk melanjutkan pendidikannya. Namun, setelah menceritakan masalahnya kepada sepuluh sekawan lamanya, mereka bersedia melakukan apapun demi mendapatkan uang untuk biaya kuliah Aini. Mereka tidak ingin anak secerdas Aini hanyut impiannya untuk menjadi seorang dokter.

Setelah memikirkan cara, mereka bersepakat untuk merampok sebuah bank. Desas-desus perampokan telah terdengar oleh Sersan P.Arbi dan inspekturnya. Bersamaan dengan acara pawai, dengan sigap mereka merampok bank sesuai rencana yang dibuat sebelumnya. Sempat heboh beberapa orang yang menyaksikan perampokan tersebut. Hingga akhirnya, keributan beralih ke Toko Batu Akik Mulia.  Namun anehnya, meskipun telah terjadi keributan yang cukup besar, Kota Belitung segera normal kembali seperti tidak pernah terjadi apa-apa.

Hal tersebut menyebabkan Inspektur Abdul Rojali dan bawahannya tetap tidak bisa menemukan siapa perampok sebenarnya. Uniknya lagi, sepuluh sekawan yang tidak lulus SMA karena kebodohannya, sukses merampok delapan koper uang korupsi milik Trio Bastardin di Toko Batu Akik Mulia. Aksi mereka mengejutkan beberapa orang di bank hanyalah sebagai pengalih perhatian. Selepas merampok, mereka segera memakai topeng monyet dan berbaur dengan 1.000 pasukan topeng monyet di acara pawai. Tentunya, kejadian ini menjadi rekor di kota naif tersebut. Uang hasil rampokan tersebut mereka berikan kepada Dinah untuk biaya kuliah Aini meskipun Dinah sendiri tetap tak mau memakan uang haram tersebut.

Sungguh unik memang cara Andrea Hirata dalam mengemas aksi perampokan yang sebenarnya menyindir pihak pemerintah akan masalah pendidikan. Hal ini terbukti pada kutipan kalimat halaman 117-118, ‘Kita ini melawan ketidakadilan. Tengoklah banyak anak-anak pintar yang tak dipedulikan pemerintah! Tengoklah jurusan tertentu yang hanya dapat dimasuki orang-orang kaya. Tengoklah langkanya anak-anak miskin jadi dokter! Mendaftar ke fakutas itu saja mereka berjuang. Padahal, kecerdasan mereka siap diadu!

Selain cara mengemas isi cerita, kelebihan lain dari buku Orang-Orang biasa ini adalah penggambaran yang begitu detail dari segi pelaku, lingkungan, serta suasana sehingga pembaca seolah-olah dapat melihat keadaan nyatanya. Adanya unsur humor yang diselipkan dalam aksi dan ucapan tokoh juga membuat pembaca terkadang bisa tersenyum sendiri. Juga, alur dari cerita yang tidak bisa ditebak membuat pembaca sangat penasaran sehingga ingin terus menerus membacanya.

Akan tetapi, disebabkan terlalu tingginya bahasa atau sastra yang dikuasai Andrea Hirata mengharuskan pembaca untuk berpikir dua kali supaya benar-benar memahami isi cerita. Sampul buku yang berwarna kuning terang beserta gambar seseorang bertopeng monyet pasti membuat orang tergelitik dan terkesan agak aneh.

Namun pada dasarnya novel ini cocok dibaca bagi kalangan remaja dan orang dewasa, terutama pejabat negara. Kisah perjuangan keras Aini dalam menempuh pendidikan meskipun ia merupakan salah seorang miskin di Belitong dapat dijadikan motivasi oleh pelajar jaman sekarang yang rata-rata sudah terfasilitasi oleh berbagai kemajuan Iptek. Adapun untuk cerita yang berhubungan dengan korupsi dan kriminalitas sangat cocok untuk orang dewasa lebih-lebih aparat pemerintah sebagai pelajaran kehidupan di negara yang sekarang sedang marak-maraknya akan kasus korupsi serta kriminalitas dan tiada henti-hentinya.



Semoga bermanfaat!

Comments

Popular posts from this blog

Cerpen Iseng-Iseng #2

Klasifikasi Lima Kingdom : Monera

Besaran dan Satuan